MENAGIH
KOMITMEN NEGARA SOAL TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH YANG DI TERLANTARKAN
ILLUSTRASI
Tenaga Administrasi Sekolah yang sempat
digaungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dengan perubahan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013, harus dijadikan pedoman dan perlu dipenuhi untuk menjamin mutu
pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.
Dalam kerangka inilah, diperlukan
tersedianya Tenaga Administrasi Sekolah yang mempunyai kompetensi yang
diharapkan agar mampu membantu fungsi dan tugas kepala sekolah, guru, siswa dan
jaringan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan sekolahnya
Tenaga Administrasi Sekolah atau dengan
sebutan populernya Operator Sekolah , sudah menjadi kebanggaan pribadi para
pelakunya yang sampai tulisan ini diturunkan belum ada pengakuan dari
pemerintah pusat maupun daerah walaupun dengan sepotong kertas yang bernamakan
SK atau pun tulisan-tulisan dalam juknis-juknis yang ada, termasuk di Juknis
BOS 2019, Tenaga Administrasi Sekolah atau dengan sebutan populernya Operator
Sekolah tidak tersentuh sama sekali.
Miris memang, sementara ikon OPSI (Operator
Sekolah Indonesia) sudah menasional, dan organisasi yang sudah ber-Akta Notaris
pun sudah bermunculan seperti ATASI (Asosiasi Tenaga Administrasi Sekolah
Indonesia), POPSI (Persatuan Operator Sekolah Indonesia), dan mungkin banyak
yang lainnya dengan komunitas serupa, dengan harapan ada pengakuan dari
pemerintah pusat bahwa Tenaga Administrasi Sekolah atau dengan sebutan
populernya operator sekolah menjadi sebuah profesi profesional yang diakui dan
layak mendapatkan kesempatan mendapatkan kesejahteraan yang sama dengan Pegawai
Pemerintah lainnya.
Tenaga Administrasi Sekolah atau dengan
sebutan populernya Operator Sekolah masih dianggap sebagai pekerja sewaan
ataupun hanya sekedar membantu sekolah dalam pelaksaan Administrasi Sekolah
terutama di Sekolah Dasar dan juga seperti pekerjaan sepele yang tidak
membutuhkan keahlian khusus dalam bidang IT yang semua guru atau pegawai bisa
menguasainya dan melakukannya, dapat terlihat dari Informasi BOS 2019 di link
http://bos.kemdikbud.go.id/ pada bagian
Proses Pendataan di Sekolah :
“Kepala Sekolah menunjuk penanggung
jawab Dapodik diantara guru atau pegawai tata usaha, atau pegawai yang selama
ini membantu pengelolaan dana BOS (khususnya untuk SD)”.
Apakah penulis terlalu sensitif
menterjemahkan kalimat diatas atau ada yang menterjemahkannya lain…??
Padahal Dapodik adalah program dari
pemerintah yang didengungkan pada tahun 2011 lewat Inmen No.2 Tahun 2011,
Tentang Penjaringan 3 ENTITAS DATA POKOK PENDIDIKAN (DAPODIK) dengan SINGLE
SOURCE Data Yang Memilik RELATIONAL Dan LONGITUDINAL, akan tetapi adakah
keberpihakan kepada Operator Sekolah yang bekerja demi memberikan hasil yang
maksimal berupa data yang valid serta untuk para PTK yang mengantongi
sertifikat pendidik guna mendapatkan Tunjangan Profesi?
Penulis mengajak pemerintah, Sekolah,
PTK, Orang Tua Siswa dan semua element yang berkecimpung dalam dunia pendidikan,
mari kita lihat dengan mata hati yang bersih dan sadar, seberapa pentingkah
pekerjaan profesi Tenaga Administrasi Sekolah atau dengan sebutan populernya
Operator Sekolah untuk Sekolah, PTK, Siswa dan Pemerintah Indonesia dalam
merealisasikan program-program kesejahteraan dan menjamin mutu pendidikan dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat??
Seberapa layakkah penghargaan dari
profesionalitas Tenaga Administrasi Sekolah atau dengan sebutan populernya
Operator Sekolah yang bisa menguasai Aplikasi-Aplikasi berbasis Tekhnologi
Internet dengan minimnya sosialisasi dan hanya mengandalkan informasi dari para
stakeholder yang peduli ataupun para relawan-relawan yang berbagi informasi dan
solusi di dunia maya dengan mau tidak mau, dipaksa maupun tidak, sadar ataupun
tidak sadar mengharuskan bekerja dengan jam kerja yang melebihi pegawai-pegawai
negeri lainnya yang mendapatkan gaji dan tambahan uang profesi ataupun
remunerasi.
Pada Juknis BOS tahun 2019 saja, cost
yang digunakan untuk pendataan tidak dikeluarkan dan dengan alokasi dana 20%
untuk honor. Sekarang Seberapa pantaskah apa yang sudah tercantum di Informasi
BOS 2019 di link http://bos.kemdikbud.go.id/ pada bagian Penggunaan Dana
Pegawai Administrasi (Termasuk Administrasi SD) disatukan dalam Honor Bulanan
Guru dan Tenaga Kependidikan yang hanya di patok 15% dari Dana BOS total..?
Bayangkan dan silahkan hitung sendiri
sekolah anda berapa bagian yang didapat setiap bulannya untuk operator sekolah??
untuk peserta didik yang jumlahnya ribuan mungkin akan waah, itupun kalau tidak
dibagi dengan guru honor, pustakawan, penjaga sekolah, satpam dan pegawai
kebersihan. Kalau memang cukup dan memuaskan serta pantas dengan
profesionalitas sebagai operator sekolah berterima kasihlah pada Kepala Sekolah
yang sudah memberi dan menghargai profesionalitas operator sekolah.
Sejauh dan semengerti apa para stake
holder lembaga menterjemahkan dan merealisasikan Penggunaan Dana pada
Penerimaan Peserta Didik Baru terutama pada point Biaya pemasukan, Validasi,
Pemutakhiran data dan pengiriman data pokok pendidikan yang keseluruhannya di
kerjakan oleh Operator Sekolah..?
Tulisan ini tidak bermaksud
mendiskreditkan pihak manapun, hanya mencoba dan mengajak semua pihak untuk
melihat dengan mata hati yang bersih dan sadar bahwa profesionalitas dari
profesi Tenaga Administrasi Sekolah atau dengan sebutan populernya Operator
Sekolah layak untuk diperhitungkan dan ditetapkan sebagai profesi profesional
di dunia pendidikan Indonesia sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dengan perubahan menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 dengan mendapatkan Gaji yang layak sama dengan
para Aparatur Sipil Negara lainnya.
No comments:
Post a Comment